Masyarakat Tangguh Ciptakan Persatuan dan Kesatuan Lawan Covid-19
By Farhati Mardhiyah - 11:41 AM
Baca Juga
Sudah 76 tahun lamanya Indonesia merdeka, tapi setelah berhasil merebut kebebasan dari belenggu kolonialisme, ternyata semangat persatuan dan kesatuan masyarakat masih tetap dibutuhkan.
Berbicara tentang persatuan dan kesatuan di Indonesia rasanya sangat bangga karena begitu indah dilihatnya. Negara ini luas sekali, terdiri dari ribuan pulau dengan keragaman budaya, ras, suku bangsa, kepercayaan, agama dan bahasa.
Tidak perlu menjelajahi ribuan pulau untuk bertemu masyarakat yang beragam, iya kamu cuma perlu singgah di Kota Jogja. Kota dengan Daerah yang selalu istimewa di hati siapapun, bukan hanya pelajar atau mahasiswa Jogja yang gagal move on.
Jogja setiap harinya selalu ramai dengan hiruk-pikuk suara motor, ramainya Malioboro dengan wisatawan, kuliner yang murah dan enak, indahnya wisata Pantai dan Gunung yang tak pernah sepi, kota yang selalu mendatangkan kreatifitas dan inovasi produk-produk lokal.
Hufft, kini kita menghela nafas panjang karena melihat banyak sekali perubahan di Kota Jogja setelah mengalami wabah COVID-19 hampir 2 tahun ini.
Jalanan menjadi sepi ; warung kecil, cafe, hotel terlihat sangat lengang; Malioboro hanya diramaikan oleh petikan gitar penyanyi jalanan; dan yang paling menyedihkan banyak sekali saudara kita kalah berjuang dari penyakit ini.
Informasi HOAX, Salah Satu Penyebab Sulitnya Melawan COVID-19
Setelah Varian Delta menyebar, angka positif kasus Covid-19 di Indonesia memang meningkat drastis. Bermula di akhir Juni 2021, rumah sakit mulai penuh dengan kasus Covid-19, tingkat kematian juga meningkat drastis, bukan lagi penderita komorbid atau usia lanjut yang mengalami gejala parah.
Berbagai upaya Pemerintah untuk menurunkan kasus wabah ini terus dilakukan, salah satunya progam PPKM yang hingga kini masih dijalankan. Tidak mudah memang membantu Pemerintah untuk melancarkan program ini, meski sebenarnya tujuannya sama dengan keinginan masyarakat "Ingin segera hidup kembali normal".
Iya, kembali normal sehingga ekonomi bisa pulih, anak-anak kembali aktif sekolah tatap muka, yang berjualan bisa dengan tenang membuka toko, kangen ya rasanya?
Keberagaman masyarakat Indonesia menjadi tantangannya, bukan hanya agama, suku, atau budaya, tapi pola pikir yang beragam ditambah lagi dengan kemudahan akses teknologi yang bisa mendapatkan informasi apapun.
https://www.kompas.com/edu/read/2021/03/25/080000171/23-berita-hoax-seputar-covid-19-dan-penjelasan-pakar-pulmonologi-ugm?page=all (buat desainnya)
https://indonesiabaik.id/infografis/setop-sebarkan-hoaks-covid-19
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/berita-utama/20210528/1137831/hoax-vaksin-covid-19-mengandung-mikrocip-magnetis/
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210312163857-185-616809/ada-1470-hoax-covid-19-hingga-maret-terbanyak-di-facebook
Tantangan dalam memutus rantai penyebaran COVID-19 bukan hanya menggerakkan masyarakat untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan. Kini kita dihadapi oleh tantangan yang paling berat, yaitu melawan informasi HOAX seputar COVID-19.
Dilansir dari CNN Indonesia, sejak Januari 2020 hingga Maret 2021 Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G.Plate menyampaikan ada 1.470 kumpulan isu hoax mengenai Covid-19 yang banyak tersebar melalui media sosial.
Maraknya informasi Hoax yang tersebar diperparah dengan tingkat literasi yang rendah. Faktanya, Indonesia merupakan negara urutan kedua dari bawah mengenai literasi di dunia.
Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia hanya 0.001%. Artinya dari 1.000 orang hanya 1 orang yang rajin membaca.
Sedangkan penduduk Indonesia tercatat sebagai negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India dan Amerika. Dari data Wearesocial per Januari 2017, faktanya masyarakat Indonesia bisa menatap layar gadget lebih dari 9 jam sehari.
Bisa dibayangkan gak? Minat yang tinggi dengan main gadget tiap harinya, lalu diberikan makanan informasi yang clickbait tapi malas mencari informasi lengkapnya dengan membaca lebih detail. Gak heran, Indonesia menjadi sasaran empuk berbagai informasi hoax yang menggiring provokasi dan fitnah.
ERA- POST TRUTH, Bukan Lagi Sumber Berita yang Dilihat
Lalu kita bisa percaya informasi media digital dari mana?
Dulu sebelum media digital berkembang, kita selalu mencari kebenaran dan fakta informasi yang didapatkan dari media terpercaya, opini dari beberapa ahli, dan sumber buku atau penelitian tertulis.
Sayangnya di era Post Truth ini, banyak sekali masyarakat tergiring oleh story-telling yang berlebihan yang bisa mengambil hati dengan mudahnya. Akhirnya banyak sekali yang termakan oleh berita hoax karena hanya mengkonfirmasi kebenarannya melalui afirmasi atas keyakinan yang dimilikinya.
Apa akibatnya saat kondisi wabah COVID-19?
Beberapa waktu yang lalu kita dikejutkan dengan berita pengobatan alternatif yang konon bisa menyembuhkan pasien COVID-19, lucunya cara pengobatannya adalah menghidup nafas dari pasien positif.
Tentu merugikan masyarakat, padahal seharusnya kita sudah paham penyebaran virus COVID-19 ini sangat mudah menular dari droplet yang keluar dari mulut ataupun hidung.
Lalu saat program Vaksin COVID-19 digencarkan Pemerintah, muncullah informasi Hoax yang beredar bahwa ada sisipan mikrochip dalam suntikan vaksin. Yang dirugikan siapa? Ya masyarakat yang percaya dan akhirnya enggan melalukan Vaksin.
Padahal satu-satunya jalan untuk membangun Indonesia Bangkit dari wabah ini adalah menciptakan herd immunity, lalu perlahan akan membantu seluruh sektor akan pulih.
Masyarakan Tangguh Ciptakan Persatuan dan Kesatuan Melawan COVID-19
“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Pembuatan Konten Media Sosial dalam rangka Memperingati HUT RI ke-76 dengan tema Merdeka dari Pandemi: Bersatu dalam Keberagaman untuk Indonesia Bangkit yang diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika DIY”


0 comment
Hi! Terima kasih sudah membaca sampai selesai-
Jika ingin bertanya, silahkan sign in Google Account/ Isi Nama dan URL terlebih dahulu agar kolom komentar kamu terlihat dan terjawab disini ya :)