Pengalaman Menyapih Sebelum Usia 2 Tahun, 4 Hal yang Harus Dilakukan Supaya Minim Drama

By Farhati Mardhiyah - 8:57 AM

Baca Juga


Akhirnya selesai proses menyapih sebelum umur 2 tahun. Proses menyapih tanpa drama, meskipun ya hari pertama nangis kejer. BTW, anakku Qiya disapih saat umurnya 23 Bulan 1 Hari. Gimana cara menyapihnya? Berikut ini pengalamanku ya, boleh dicoba juga pas kalian menyapih.


4 Hal yang Harus Dilakukan Sebelum Menyapih

Sebelum proses menyapih mulai dilakukan, Bunda perlu melakukan beberapa treatment. 3 hal ini bisa dilakukan 2 - 3 bulan sebelum proses menyapih dimulai. In case pengalamanku ini dilakukan juga dari beberapa pengalaman teman, konten edukasi parenting di Instagram dan Tiktok, dan juga dari analisa sendiri sih.

Perhatikan Intensitas Menyusui Anak

Pertama yang perlu dilakukan sebelum menyapih, Bunda harus mulai memperhatikan intensitas menyusui anak. Kalau intensitasnya mulai sering saat tidak kelonan bobo, tapi intensitasnya berkurang saat kelonan, dan tengah malam sudah jarang bangun, sepertinya si adek udah siap disapih.

Pengalamanku menyapih Qiya, dari 2 bulan sebelumnya sekitar bulan Maret itu udah semakin rewel karena terus minta nen di siang hari. Jedanya tuh singkat banget, bisa berapa menit sekali. Mungkin anakku udah merasakan lapar, tapi masih nyaman dengan nen yang menurut dia membuat lebih kenyang. Kalau istilahku, masih terbawa ritme bayi yang kalau lapar yaa nenen Ummanya.

Bukannya kenyang, Qiya malah rewel karena produksi ASI gak sebanyak dulu. Meskipun sudah makan makanan utama, ngemil, tapi dia masih nyaman dengan nen. 


Selain itu, Qiya juga mengalami intensitas menyusui yang berkurang di malam hari. Meskipun masih nen, kadang langsung dilepas dan cuma dipuk-puk aja sambil peluk guling pas proses kelonan bobo. Nah, disini aku sudah mulai merasa "kayaknya udah harus disapih aja".

Apalagi, saat bangun tengah malam Qiya terus minta ngempeng nen. Kalau dilepas malah makin ngamuk, alhasil Ummanya jadi kelelahan karena habis kerja malam eh lanjut begadang. Kurang lebih selama 1 bulan seperti itu ritmenya, makanya aku memutuskan menyapih sebelum usia 2 tahun aja deh.

Sudah Bisa Komunikasi 2 Arah

Komunikasi 2 arah maksudnya anak sudah paham apa diajak ngobrol lawan bicaranya. Soalnya, proses menyapih bisa tanpa drama karena anak bisa mengerti apa yang disampaikan orangtuanya. 

Banyak yang gagal menyapih karena anak belum bisa komunikasi 2 arah. Menurutku tanda anak belum bisa komunikasi 2 arah dari kurangnya kosa kata yang dikuasai anak. Jadi, lawan bicara yang berbicara tidak bisa dipahami anak. Nah, ini salah satu penyebab kenapa anak sulit disapih dan rewel menangis terus.

Sounding dengan Kalimat yang Konsisten

Kalau pengalamanku, dari jauh hari bahkan seingatku awal tahun baru sudah mulai di-sounding ke Qiya seperti ini kurang lebihnya.

"Qiya bentar lagi usianya 2 tahun, sudah tidak nen ya. Nenennya habis, Nen-nya sudah selesai"

 

"Qiya nanti pas ulangtahun tiup lilin, usianya sudah 2 tahun, nennya habis, tidak nen ya. Nen-nya sudah selesai"

Nah, poin kalimat sounding menyapih yang aku sampaikan ke Qiya selalu konsisten dengan kalimat "nen-nya habis, sudah tidak nen ya, nen-nya sudah selesai".

Kalimat ini juga aku sampaikan saat proses menyapih. Meskipun saat hari pertama Qiya kesal dan marah dengan cara menangis ngamuk dan menjerit, aku tetap menyampaikan kalimat itu. Tentu penyampaiannya setelah Qiya mereda menangisnya.

Nah, karena sounding kalimatnya konsisten akhirnya Qiya bisa memahami. Alhasil drama menyapih hanya ketika hari pertama saja, hari kedua dan selanjutnya dia cuma meminta nen tapi dilanjutkan dengan kalimat "dada nen, nen sudah selesai, nen habis".

Disiplin Punya Jadwal Harian

Nah, poin ini juga penting banget dan wajib deh dijalankan dari usia newborn. Jadwal harian itu termasuk menyusui, tidur, makan, dan bermain. 

Kalau punya jadwal harian, dijamin anak jadi less tantrum atau gak gampang rewel. Kalau udah punya jadwal harian, otomatis juga anak jadi disiplin tidur siang dan tidur malamnya. Dan otomatis juga anak punya pola aktivitas yang menyeimbangkan sensory balance diet-nya. 

Jadi, sensory balance diet itu punya aktivitas merah - hijau - biru. Ketiganya ini dipengaruhi sama apa yang dilakukan anak dalam satu hari. Kalau misalnya terlalu banyak screentime yang otomatis bikin anak diam, bisa jadi akan mengurangi kualitas tidur anak. Biasanya yang terjadi tidur jadi gak nyenyak, dan bikin anak gampang rewel.

Gimana caranya biar bisa menerapkan sensory balance diet?

Dari pengalamanku, setiap harinya aku selalu memberikan pola aktivitas untuk Qiya yang lengkap berdasarkan 3 aktivitas merah - hijau - biru. Contohnya seperti ini.

Aktivitas biru (Relaksasi dan menurunkan level energi) :




Jadwal yang diterapkan dalam sehari-hari
- Bangun tidur berpelukan baca doa setelah tidur
- Kasih makanan kesukaan cereal dan susu sebelum tidur
- Baca buku sebelum tidur malam
- Berdoa dan baca 3 surat pendek sebelum tidur

Akitivitas merah (Membangkitkan energi dan kesadaran otak)

Jadwal yang diterapkan dalam sehari-hari (bisa pilih salah satu)
- Bermain balance bike pagi dan menjelang magrib
- Bermain diluar pagi hari
- Bernyanyi sambil joget
- Bermain lompat dan berlari 

Aktivitas hijau (berkaitan dengan aktivitas di rumah dan sosial)


Jadwal yang diterapkan dalam sehari-hari
- Bermain lego
- Membantu sambil bermain, menyapu, merapihkan mainan
- Menyiram tanaman

Nah, dengan ritme pola aktivitas yang seimbang ini memudahkanku saat proses menyapih. Hanya hari pertama saja Qiya nangis berontak karena mungkin kaget. Setelah dia memahami, dan jadwal menyusui hilang dalam aktivitasnya diganti dengan asyik bermain, bercerita, dan bernyanyi. 

Tentunya tidak instan ya, harus menjadi kebiasaan ritme pola aktivitas atau dibangun dulu tuh. Gak hanya dalam satu hari aja sebelum proses menyapih. Saranku, setelah anak sudah bisa berjalan mulai lah menerapkan sensory balance diet ini. Soalnya anak yang sudah bisa berjalan biasanya lebih butuh banyak ruang untuk menyalurkan energinya.

Apalagi memasuki usia toddler 2 tahun, gak jarang momen terrible two sangat menyebalkan karena banyak orangtua yang gak paham dengan penyaluran energi anak yang seimbang. Bisa jadi terlalu banyak aktivitas hijau dan biru, anak hanya diam saja akibatnya untuk me-release energi sebelum tidur dengan cara menangis.

Next, aku akan sharing bagaimana saat proses menyapih ya. Semoga pengalamanku ini bisa bermanfaat, boleh yaa tanya-tanya di kolom komentar atau langsung mampir di Instagram @farhatimardhiyah :)



  • Share:

You Might Also Like

0 comment

Hi! Terima kasih sudah membaca sampai selesai-
Jika ingin bertanya, silahkan sign in Google Account/ Isi Nama dan URL terlebih dahulu agar kolom komentar kamu terlihat dan terjawab disini ya :)