Komitmen Brand dalam Mengelola Sampah Untuk Loyalitas Konsumen

By Farhati Mardhiyah - 9:42 AM

Baca Juga




Siapa sih yang suka dengan pemandangan sampah yang menumpuk? Apalagi kalau sampah yang tidak terpilah bisa menimbulkan bau busuk, mendatangkan hewan yang bertebrangan, lingkungan menjadi terlihat kumuh, kira-kira ada yang betah?

Jawabannya tentu tidak, mindset tidak suka dengan sampah inilah yang membuat aku, kamu dan kita atau bisa dirangkum menjadi masyarakat Indonesia untuk segera menghilangkan pemandangan sampah dari rumah.

Kemanakah selama ini sampah rumah tangga yang dihasilkan masyarakat? Jawabannya, ya ke tempat sampah dekat rumah lalu diangkut petugas sampah yang berakhir di TPA (Tempat Pemrosesan Akhir). Yakin pemrosesan akhir dan permasalahan sampah sudah selesai sampai disini? 

Mari kita telisik lagi TPA yang ada di Indonesia, ambil saja dari 3 kota besar dengan fakta yang kelam. Kalau kamu mampir sejenak ke tempat TPA tersebut pasti akan berpikir ulang, “jadi selama ini sampahku hanya berpindah tempat saja?”



Berdasarkan data KLHK, jumlah sampah Indonesia yang dihasilkan pada tahun 2020 mencapai 67,8 Juta Ton dan 61,61% dari total sampah tersebut berasal dari sampah rumah tangga.

Data ini membuktikan bahwa kita sebagai masyarakat Indonesia memiliki kesadaran yang sangat rendah dalam mengelola sampah. Padahal sesuai Undang-Undang NO.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan cara mengurangi dan menangani sampah.

Apakah Bisa Mengurangi dan Menangani Sampah Mulai Dari Rumah Kita?


Tentu jawabannya bisa, faktanya sampah yang tidak terkelola dengan baik akan menyebabkan timbunan sampah. Akibatnya akan menimbulkan masalah baru, seperti penyebaran penyakit, pencemaran udara, air, tanah, dan laut, meningkatkan laju pemanasan global, dan longsor dari ledakan gas beracun.

Sudah tau kan ada ada 3 jenis sampah yang bisa dihasilkan dari sampah rumah tangga?



Yups, 3 jenis sampah rumah tangga yang paling mudah untuk dipilah sejak dari rumah adalah sampah organik, sampah anorganik dan sampah B3 (Bahan Beracun Berbahaya). Ketiga jenis sampah ini seharusnya ditangani sejak dari hulu yaitu tempat ia berasal. 

Kebutuhan rumah tangga memang sangat sulit dihindari, termasuk mengurangi sampah dengan memilih produk rumah tangga yang sustainable atau tidak sekali pakai misalnya. 

Padahal setiap bulannya, kita selalu membutuhkan sabun mandi, sabun cuci, minyak, susu, mie instan, dan kebutuhan lainnya. Namun sayangnya, kemasan produk rumah tangga masih didominasi oleh plastik yang sulit terurai.


Pernah melihat berita viral beberapa tahun silam? Ditemukan kemasan mie instan, shampoo, dan makanan ringan era 1980 - 1990-an? Yups, beberapa kemasan dari produk rumah tangga telah ditemukan dalam keadaan baik. Artinya, ini membuktikan setelah 20 tahun plastik memang sulit terurai

Berdasarkan artikel “Production, Use and Fate of All Plastic Ever Made” dalam Jurnal Science Advances, sebanyak 141 juta Ton sampah plastik merupakan produksi sampah dari sektor industri di tahun 2015 yang didominasi oleh kemasan

Kemasan produk menjadi sampah yang paling dominan dengan umur yang relatif singkat, sebab dalam kurun waktu 6 bulan saja sudah menjadi sampah. Padahal daya tampung TPA sangat terbatas, seiring dengan pertumbuhan populasi akan meningkatkan permintaan yang semakin tinggi yang berpotensi meningkatkan volume sampah kemasan semakin besar.

Antara produsen dan konsumen saling ketergantungan, berarti sampah yang dihasilkan bukan hanya tanggung jawab petugas sampah atau Pemerintah saja bukan? Tapi, sampah adalah tanggung jawab bersama

Tidak hanya dibebankan oleh konsumen saja, produsen sebagai penghasil produk yang digunakan konsumen memiliki andil juga untuk bertanggung jawab dalam mengelola sampah kemasan.

Berdasarkan laporan World Economic Forum, 26% kemasan menggunakan plastik, dan 95% nilai material kemasan plastik hilang begitu saja karena penggunaan yang sangat singkat. 

Sebab itulah, limbah plastik dapat merugikan produsen juga karena menggunakan bahan-bahan yang tidak dirancang dapat didaur ulang, dapat digunakan kembali atau dikompos. Akibatnya bisa menghasilkan lebih banyak limbah, dan menurunkan kesetiaan konsumen untuk memilih produk tersebut.

Solusi utama dari masalah sampah kemasan ini adalah dengan cara mengurangi produksi plastik sekali pakai dan menerapkan konsep Ekonomi Sirkular melalui pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. 





Apa sih Ekonomi Sirkular itu? Seperti sistem di alam yang memiliki sistem melingkar, Ekonomi Sirkular juga memanfaatkan material yang digunakan untuk dikembalikan kembali menjadi bahan untuk produk baru.

Pada sistem ini, tidak ada lagi barang yang terbuang begitu saja yang bisa menghabiskan sumber daya alam seperti pada sistem ekonomi linier.

Salah satu contohnya begini, jika kamu memilih produk tertentu yang terbuat dari bahan kemasan plastik, produsen seharusnya merancang kemasan tersebut agar bisa didaur ulang dan dimanfaatkan kembali menjadi bahan produk baru seperti botol kemasan. Proses ini akan mengurangi volume sampah kemasan yang terangkut dan tertimbun di TPA

Nah, ketika kemasan plastik dari produsen ini sudah menjadi sampah, bagaimana selanjutnya? Dalam sistem Ekonomi Sirkular setidaknya ada 3 pemain utama untuk mendukung pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. Siapa saja?

Produsen 

Untuk mewujudkan sistem Ekonomi Melingkar, produsen harus menentukan desain kemasan yang tepat agar tidak hanya berakhir di TPA. Salah satunya, produsen dapat memanfaatkan program Extended Producer Responsibility (EPR) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga

Dalam peraturan tersebut, produsen diharuskan melakukan EPR untuk menarik kembali sampah yang dihasilkan untuk didaur ulang. Apa saja yang bisa dilakukan produsen untuk bertanggung jawab dengan sampah yang dihasilkan?

  • Membuat desain produk yang lebih tahan lama atau mengganti kemasan produk dengan bahan yang mudah didaur ulang seperti kaca atau kaleng
  • Menanggung biaya untuk mengumpulkan, memindahkan dan mendaur ulang kemasan produk. 

Konsumen 


Berdasarkan riset dari Sustainable Waste Indonesia (SWI), dari 65 juta ton sampah yang dihasilkan setiap harinya di Indonesia, hanya sekitar 7% sampah didaur ulang dan 69% sampah berakhir di TPA.

Sebagai konsumen memang memiliki hak untuk menentukan pilihan produk yang akan digunakan, entah memilih karena produk itu murah, premium atau ramah lingkungan. Namun, untuk mendukung sistem Ekonomi Sirkular, sebagai masyarakat haruslah mulai menjadi konsumen yang cerdas.  

Konsumen dapat memulainya dengan cara memilih produk yang sudah menerapkan pengelolaan sampah bertanggung jawab, mengurangi pembelian barang dan memilah sampah.

Setelah memilah sampah, sebaiknya sampah dibawa kemana ya?

Sektor Daur Ulang


Pernah merasakan sia-sia gak? Ketika sudah memilah sampah, tapi ternyata setelah diangkut petugas sampah jadi tercampur kembali. Aaah, sampahku jadi percuma begitu saja tertimbun di TPA.

Rendahnya sampah kemasan yang berhasil dikelola dengan baik, tidak hanya disebabkan oleh kesadaran konsumen maupun produsen. Namun, penyediaan fasilitas pengelolaan sampah seperti sektor daur ulang juga memiliki peran penting.

Coba perhatikan, pemulung lebih tertarik mencari sampah anorganik yang dapat didaur ulang dan memiliki harga yang tinggi seperti botol kaca, botol kemasan, kertas, kardus, logam, dan lainnya. Namun, pernahkah kalian mengetahui sampah tersebut berakhir dimana?

Nah, itulah mengapa produsen membutuhkan pihak ketiga untuk mengelola sampah yang bertanggung jawab terhadap produk yang dihasilkan. Salah satunya, produsen dapat memanfaatkan layanan Jasa Pengelolaan Sampah dari Waste4Change.


Layanan Pengelolaan Sampah Sebuah Brand Untuk Kesetiaan Konsumen


Pengelolaan sampah yang bertanggung jawab memang masih menjadi tantangan baik bagi produsen maupun konsumen. Sebagai produsen untuk mengumpulkan kembali sampah kemasan dari tangan konsumen di berbagai kota membutuhkan biaya yang cukup besar.

Salah satu layanan Waste4Change untuk perusahaan memberikan solusi berupa sistem pengumpulan sampah kemasan yang terpilah, memberikan edukasi untuk konsumen memilah sampah, dan memastikan sampah kemasan yang terkumpul didaur ulang.

Layanan ini tentunya akan mempermudah produsen untuk menerapkan sistem Ekonomi Sirkular dengan menerapkan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab dan mengurangi dampak lingkungan dari produk yang dihasilkan. 

Apa saja jasa pengelolaan sampah yang ditawarkan Waste4change untuk Perusahaan?

Waste4Change merupakan perusahaan pengelolaan sampah yang memiliki misi jumlah sampah yang berakhir di TPA. Perusahaan Waste Management Indonesia sejak tahun 2014 ini berupaya untuk mengelola sampah yang bertanggung jawab dari hulu ke hilir dengan menerapkan Circular Economy.



Waste Collection Service

Layanan ini membantu perusahaan untuk mengelola sampah dengan dua pilihan yang ditawarkan Waste4Change. Perusahaan dapat memanfaatkan Reduce Waste to Landfill untuk mendapatkan manajemen sampah secara menyeluruh, mulai dari penyediaan tempat sampah terpilah di tempat klien, edukasi pengelolaan sampah sesuai regulasi Pemerintah, sampah dilakukan pemilahan kembali, laporan sampah yang terkelola.

Lalu, Perusahaan juga dapat memanfaatkan layanan Event Waste Management ketika menyelenggarakan sebuah acara. Waste4Change akan menyediakan dropbox berupa tempat sampah terpilah di tempat tertentu. 

Layanan ini akan memberikan citra perusahaan yang lebih baik karena menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan, serta membantu konsumen teredukasi untuk memilah sampah kemasan dari perusahaan tersebut. Ada yang pernah menemukan dropbox Waste4Change?


Extended Producer Responsibility


Sesuai himbauan Pemerintah untuk Produsen juga bertanggung jawab atas sampah kemasan yang dihasilkan, Waste4Change mendukung program EPR untuk meningkatkan daur ulang sampah kemasan dan mengurangi jumlah sampah kemasan brand yang berakhir di TPA.

Ada 3 pilihan layanan EPR Waste4Change yang bisa dimanfaatkan, yaitu Digital EPR, In-Store Recycling dan Waste Credit. Ketiganya memberikan pelayanan jaminan sampah kemasan akan didaur ulang, namun cara pengumpulan sampah dari konsumen saja yang berbeda.

Menariknya lagi, Perusahaan bisa memanfaatkan layanan Digital EPR untuk memberikan rewards setelah konsumen mengirimkan sampah kemasannya ke Waste4Change.

Lalu, jika ingin lebih maksimal, Perusahaan bisa memanfaatkan layanan Waste Credit untuk menjangkau pengumpulan sampah kemasan lebih luas lagi. 

Dengan adanya laporan alur sampah beserta data jumlah sampah yang terkelola dari Waste4Change, akan memberikan keuntungan bagi Perusahaan untuk menjalankan strategi bisnisnya, termasuk menarik hati konsumen untuk lebih loyal dengan brand.


Selain layanan pengelolaan sampah dan daur ulang, Waste4Change juga menyediakan layanan edukasi pengelolaan sampah untuk masyarakat umum ataupun Perusahaan. Layanan edukasi ini tentunya untuk meningkatkan kesadaran dalam mengelola sampah yang bertanggung jawab dan mengurangi volume sampah di TPA.

Contoh beberapa brand yang sudah menggunakan jasa pengelolaan sampah Waste4Change, penyediaan dropping box dan pengumpulan sampah terpilah untuk produk Love Beauty Planet, Somethic, The Body Shop, BLP Beauty, Unilever, Wardah, Young Living, Gojek, Ades, dan lainnya.

Layanan ini tidak hanya membantu mengurangi timbulan sampah yang berakhir di TPA, tapi memberikan keuntungan juga bagi brand atau perusahaan. Salah satunya, mencegah penyalahgunaan produk kemasan yang tidak lagi terpakai

Perlu diketahui, kemasan produk kosong yang sudah menjadi sampah bisa disalahgunakan menjadi produk palsu yang bisa menyebabkan kerugian suatu brand. Pemalsuan produk ini tentunya akan mempengaruhi keberlangsungan bisnis brand, termasuk menurunkan kepercayaan konsumen. 

Beberapa dari kita mungkin pernah menemukan produk palsu, seperti skincare atau kosmetik. Kemasannya mungkin sama, namun dari tekstur, label dan warna yang ditemukan mungkin saja berbeda. Kejadian ini merupakan salah satu akibat dari sampah kemasan dari brand yang tidak terkelola dengan baik

Sedih bukan, kalau konsumen terlanjur menilai buruk dari suatu brand padahal produk yang digunakan tersebut ternyata palsu. Ternyata memastikan kemasan produk terkelola dengan baik dan tidak berakhir di TPA sangat penting ya!

Nah, sebagai konsumen yang cerdas, kita bisa juga turut andil menjadi bagian sistem Ekonomi Sirkular dengan hal kecil tapi punya dampak yang besar. 

Salah satunya dengan bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkan dari rumah. Mulailah untuk memilah sampah anorganik, lalu pastikan sampah yang terpilah  dilakukan daur ulang agar tidak kembali menjadi timbulan sampah di TPA. Bisa juga loh, memanfaatkan layanan Individu dari Waste4Change juga yaitu Personal Waste Management dan Send Your Waste.

Kalau bukan mulai dari kita, siapa lagi yang bisa turut membantu mengatasi permasalahan pelik sampah di Indonesia?



Sumber :
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180425101643-282-293362/riset-24-persen-sampah-di-indonesia-masih-tak-terkelola 

https://www.unilever.co.id/planet-and-society/prakarsa-keberlanjutan/prakarsa-di-bidang-lingkungan/

https://waste4change.com/blog/supporting-circular-economy-through-responsible-waste-management-with-waste4change/2/

https://waste4change.com/blog/waste4change-waste-management-awareness-survey-2019-results/2/

https://www.greenpeace.org/indonesia/cerita/4238/sampah-kemasan-makanan-dan-minuman-mendominasi 

https://waste4change.com/blog/5-things-you-need-to-know-about-extended-producer-responsibility-epr/2/ 

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis Blog Waste4Change Sebarkan Semangat Bijak Kelola Sampah 2021
Nama Penulis : Farhati Mardiyah

  • Share:

You Might Also Like

0 comment

Hi! Terima kasih sudah membaca sampai selesai-
Jika ingin bertanya, silahkan sign in Google Account/ Isi Nama dan URL terlebih dahulu agar kolom komentar kamu terlihat dan terjawab disini ya :)